Selasa, 12 Juli 2011

Sastra Lisan Melayu (Review)


REVIEW BUKU
SASTRA LISAN MELAYU RIAU
TUGAS AKHIR MATA KULIAH
SASTRA LISAN



DISUSUN OLEH:
ITSNA HADI SAPTIAWAN
(02/159046/SA/12298)

JURUSAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2005
I. IDENTITAS BUKU
Judul                          : Sastra Lisan Melayu Riau
Pengarang                : Dr. M. Diah Zainuddin dkk.
Tahun Terbit             : 1986
Kota Terbit                 : Pekanbaru
Penerbit                     : Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan
Isi
Jumlah Bab              : Empat (4) Bab
Jumlah Halaman     : 189 Halaman
Daftar Pustaka
Lampiran                   : -     Lampiran Informan
-          Lampiran Teks Sastra Lisan
II. Anatomi Buku
A. Bab I (Pendahuluan)
          Terdiri atas:
1.    latar belakang penelitian
2.    rumusan masalah yang akan diteliti
3.    tujuan penelitian dan hasil yang diharapkan
4.    kerangka teori
5.    populasi dan sampel penelitian
          Yang dijadikan populasi dalam penelitian ialah semua sastra lisan Melayu Riau yang pernah hidup dan masih dijumpai keberadaannya di Riau, baik di Riau Pesisir maupun di Riau Daratan. Kawasan yang dijadikan sampel adalah Air Tiris, Kecamatan Kampar, Kabupaten Kampar dan Rengat, Kecamatan Rengat, dan Kabupaten Indragiri Hulu.
 6.  metode penelitian
          Menggunakan metode deskriptif yang meliputi bentuk sastra lisan, penuturnya, situasi pemakainya, fungsi dan kedudukannya, dan perbedaan sastra lisan lama dengan sastra lisan baru.

Teknik perolehan data:
1.    studi pustaka, buku-buku yang dipelajari ialah buku-buku yang berhubungan dengan tradisi, bahasa, dan sastra lisan Melayu Riau.
2.    wawancara, dipergunakan teknik wawancara bebas tapi terarah. Hasil wawancara direkam dan dicatat. Dalam wawancara, dari daerah sampel yang digunakan, diambil tokoh-tokoh masyarakat sebagai berikut:
-          Pemuka adat 4 orang;
-          Dukun/pawang 3 orang;
-          Penutur cerita (tukang “koba”) 3 orang;
-          Pemuka masyarakat 3 orang;
-          Pemuka agama 3 orang; dan
-          Kaum muda 4 orang.
3.    angket.
      Prosedur analisis data:
1.    setiap sastra lisan yang telah ditranskripsikan kemudian diterjemahkan, selanjutnya dipisahkan sesuai dengan tujuan penelitian.
2.    dilakukan seleksi data, guna memperoleh bahan sesuai dengan tujuan penelitian.
3.    data yang telah diklasifikasikan diseleksi kemudian dianalisis sesuai dengan kerangka teori yang telah ditentukan.
B. Bab II  (Bentuk-Bentuk Sastra Lisan Melayu Riau)
          Berdasarkan bentuknya, dibedakan menjadi beberapa macam, yakni: puisi, prosa dan prosa liris serta teater tutur.
1.    Bentuk puisi
Dibedakan atas beberapa jenis, yakni : pantun, syair (nalam), mantra, kias, bidal, dan kata-kata arif.
·         Pantun di daerah Riau dari segi isi, dibedakan atas beberapa jenis antara lain pantun muda mudi, pantun nasehat, pantun adat, pantun agama, pantun suka ria (jenaka), dan pantun sindiran.
·         Syair atau nalam, yang pembacaannya biasanya dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa penting keagamaan seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Isra’ dan Mi’raj, Nuzul Qur’an dan sebagainya, dan dilakukan di malam hari.
·         Mantra, ciri khasnya adalah pengulangan bunyi. Ditinjau dari segi kegunannya, di Riau terdapat bermacam-macam ragam jenis mantra. Namun keseluruhannya dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar, yakni putih dan hitam. Jenis mantra yang putih berguna berguna bagi kehidupan orang banyak, tetapi yang hitam dipakai untuk maksud-maksud jahat. Menurut penggunaannya, mantra dibagi atas beberap jenis yaitu,
1.    mantra untuk ‘pemanis’ yaitu untuk membuat seseorang agar kelihatan manis sehingga orang jatuh hati bila melihatnya.
2.    mantra untuk menyemah.
3.    mantra untuk memanjat sialang (pohon tempat lebah bersarang untuk menghasilkan madu).
4.    mantra untuk penangkal harimau.   
·         Kias atau sindiran ditemukan dalam bentuk kalimat singkat yang tidak mempunyai subyek, yang subyek sebenarnya adalah kepada siapa kias tersebut ditujukan, salah satu contohnya adalah sebagai berikut:
a. boban boRek singgulun batu                        ‘beban berat singgung batu’
b. mandukung biawak iduik                                ‘mendukung biawak hidup’
·         Bidal, merupakan bentuk sastra yang terdiri atas dua bagian yang saling berkaitan isinya, contoh:
a.    di mano biawak mamanjek, di situ anjing manyalak
‘di mana biawak memanjat, di situ anjing menyalak’
Bidal ini menggambarkan bahwa di mana timbul masalah, di situ diselesaikan.
b.   barabuik ajan tak sudah, basamo ajan tak salasai
      ‘berebut pekerjaan tak sudah, bersama pekerjaan tak selesai’
Bidal ini menggambarkan sesuatu pekerjaan yang seringkali tidak selesai bila  dilaksanakan bersama-sama dan berebut-rebut tanpa pembagian tugas yang jelas bagi masing-masing.
2. Bentuk prosa
          Dalam sastra lisan Melayu Riau, khususnya jenis prosa terdapat beberapa buah Cerita Rakyat yang termasuk golongan sage, legenda, dan mitos. Pada umumnya, bentuk prosa ini relatif singkat. Hal terlihat pada daerah penelitian Air Tiris Kecamatan Kampar.
3. Prosa liris
          Dalam sastra lisan Melayu Riau dikenal tiga jenis sastra yang termasuk prosa liris yakni, gadumbo, nandong dan sisombou. Dua jenis yang pertama, yakni gadumbo dan nandong dipergunakan sebagai nyanyian untuk menidurkan anak, perbedaannya hanya terletak pada bentuk keduanya. Sisombou sendiri merupakan sejenis sambutan yang biasanya diucapakan oleh orang yang dihormati pada suatu upacara tertentu.
4. Teater tutur
          Dalam sastra lisan Melayu Riau, bentuk ini lazim dikenal sebagai “si jobang”, dan pertunjukannya disebut “basijobang” yang dilakukan pada malam hari ketika ada upacara-upacara tertentu. Basijobang dinamakan teater tutur karena dalam cara penyampaian cerita terdapat unsur-unsur teater seperti dialog dan lakon. Cerita dalam si jobang pada umumnya berkisar pada legenda tentang Datuk Perpatih, Kain Sindai dan Piagam atau Salah Silah.
C. Bab III (Fungsi dan Kedudukan Sastra Lisan Melayu Riau)
          Sebelum sampai pada pembahasan tersebut, terlebih dahulu diuraikan para penutur dan pemakai sastra lisan. Penutur sastra lisan dalam masyarakat Melayu Riau digolongkan menjadi enam; (1) orang tua yang menuturkan suatu cerita untuk menghibur atau akan menidurkan anak, (2) kaum adat, yang menggunakan sastra lisan dalam upacara-upacara adat, (3) pemuka agama, yang menggunakan bentuk-bentuk tertentu sastra lisan dalam penyampaian ajaran agama, (4) anak-anak dan muda-mudi, menggunakan pantun, (5) penutur khusus, orang-orang tertentu yang mampu menyampaikan bentuk sastra lisan mengingat panjangnya bentuk sastra lisan tersebut, dan (6) pawang atau dukun.
          Dalam masyarakat Melayu Riau, diketahui bahwa khalayak pemakai sastra lisan dibedakan berdasarkan tingkat umur dan kedudukan pemakainya. Hal ini disesuaikan dengan proses pemakaiannya dalam masyarakat. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa semua orang merupakan pemakai sastra lisan. 
1.    Fungsi Sastra Lisan Dalam Masyarakat
Dalam buku ini, pengarang mencantumkan kurang lebih dua belas fungsi sastra lisan, yang secara garis besar menegaskan bahwa sastra lisan berfungsi dalam tiga aspek kehidupan masyarakat yakni religi, sosial, dan pendidikan.
2.    Kedudukan Sastra Lisan Dalam Masyarakat
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, pengarang menyimpulkan bahwa kedudukan sastra lisan Melayu Riau sedang dan sudah mengalami pergeseran. Kemajuan teknologi dan informasi serta pengetahuan masyarakat yang bertambah merupakan faktor utama pergeseran ini. Seperti dikemukakan pada halaman 43, bagaimana kehendak masyarakat untuk mempertahankan tradisi, lentur juga karena para generasi mudanya kurang tertarik akan hal-hal tersebut. Selain itu, kurangnya penutur sastra lisan juga merupakan faktor pendorong.
3.    Perbedaaan Sastra Lisan Lama Dengan Sastra Lisan Baru
Pada dasarnya perbedaannya terletak pada perbedaaan bentuk yang tidak terlalu menonjol. Hal ini dapat dilihat pada bentuk puisi, dimana antara bentuk lama dengan bentuk baru perbedaaanya hanya terletak pada jumlah bait, persajakan, dan jumlah baris. Kecuali itu, dalam bentuk baru dikenal juga gurindam. Dalam bentuk prosa, perbedaannya relatif tidak ada, kecuali pada sosombau bentuk lama dan baru yang berbeda dalam jumlah kata dan diksi yang digunakan.        
D. Bab IV (Kesimpulan dan Saran)  
          Dalam bab  ini, dikemukakan beberapa poin penting tentang sastra lisan Melayu Riau, yang diantaranya menyangkut tentang intensitas penggunaan sastra lisan, jenis sastra lisan yang paling sering digunakan, dan juga langkah-langkah antisipasi terhadap gejala-gejala kemunduran pemakaian sastra lisan dalam masyarakat.    
E. Kesimpulan
          Penelitian yang dilakukan terhadap penggunaan sastra lisan di Riau berusaha mencari bentuk-bentuk sastra lisan yang pernah ada dan yang masih dikenal serta digunakan oleh masyarakat, yakni masyarakat Riau. Prosedur pengambilan data dilakukan melalui beberapa metode dan tahap seleksi yang menghasilkan pokok-pokok kajian yang patut diperhatikan, seperti masalah bentuk sastra lisan, fungsi dan kedudukannya, serta masa depannya dalam kebudayaan masyarakat.    
          Buku berjudul Sastra Lisan Melayu Riau selain membahas masalah bentuk, fungsi, dan kedudukan sastra lisan dalam masyarakat, juga mengungkapkan persoalan mendasar yang akhir-akhir ini menimpa banyak kebudayaan, khususnya yang berkaitan dengan penggunaan sastra lisan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Kemajuan teknologi, pola pikir yang berbeda dari generasi yang baru, serta aspek-aspek lainnya menyebabkan turunnya minat kalangan muda dalam menggunakan bentuk sastra lisan. Hal ini, menyebabkan terhambatnya pewarisan yang seharusnya dilakukan guna menjaga agar satu bagian kebudayaan tidak hilang dan lenyap begitu saja.
          Hal yang penting dari buku ini ialah, dilampirkannya contoh-contoh dari bentuk sastra lisan yang berkembang di riau. Ini, telah berarti banyak karena dengan demikian buku ini telah memberikan kesempatan kepada pembacanya yang berasal dari berbagai latar belakang kebudayaan untuk memahami tradisi sastra lisan di Riau dan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengannya. Kekurangannya terletak pada terbatasnya data yang disajikan dalam pembahasan tentang bentuk prosa dalam sastra lisan Melayu Riau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
Lack of happiness