Selasa, 12 Juli 2011

Resensi Film "Seven Years In Tibet"


Itsna Hadi Saptiawan
02/159046/SA/12298
Sastra Indonesia
                          

TUGAS ORIENTALISME

RESENSI FILM
Judul                : Seven Years in Tibet
Aktor               : Brad Pitt
Produksi           : Columbia Tristar
Tahun               : 1997
         
          Dalam film ini, Brad Pitt berperan sebagai Heinrich Harrer, seorang pendaki gunung sekaligus juara olimpiade asal Austria yang bertekad menaklukkan puncak Nanga Parbat di pegunungan Himalaya. Demi niat ini, ia rela meninggalkan istrinya yang sedang hamil, Ingrid, dan menitipkannya pada Horts Immendof. Sayang sekali, sebelum keinginannya menaklukkan gunung terwujud, ia terlebih dahulu ditangkap oleh pemerintah Inggris terkait dengan statusnya sebagai warga Austria yang pada tahun 1939 merupakan sekutu Jerman dalam perang melawan Inggris.
          Sewaktu menjadi tawanan, Harrer berusaha kabur sampai lima kali. Dalam usahanya yang terakhir ia dan temannya, Peter Aufschnaiter, berhasil kabur dari penjara di India dan berangkat menuju Tibet. Dalam perjalanan, ia menemui banyak hal yang membuatnya sadar akan arti persahabatan. Ia tahu bahwa sifatnya yang egois membuatnya hanya memiliki sedikit teman, dan parahnya lagi, diceraikan oleh istrinya, dan tidak diakui oleh anaknya.
          Setelah mencoba beberapa kali, Harrer dan Peter berhasil memasuki Tibet, kota yang terlarang bagi semua orang asing. Mereka berdua adalah orang asing pertama yang berhasil memasuki Tibet bahkan langsung ke kota sucinya, Lasha. Lasha merupakan kota kediaman Dalai Lama yang tidak sembarangan orang bisa memasukinya. Dalam film, diceritakan bahwa kedua sobat ini berhasil memasuki Lasha berkat kemampuan mereka menyamar dan menyelinap. Di kota ini, mereka dijamu dan diterima di rumah salah seorang pegawai istana. Atas jasa sekretaris istana, mereka dibuatkan jas dan celana oleh seorang tukang jahit yang nantinya menjadi istri peter.
          Suatu ketika, Harrer diundang oleh ibunda Dalai Lama untuk menemui pemimpin tertinggi Tibet tersebut di pertemuan bulanan. Ini merupakan hal yang sangat luar biasa bagi orang sekelas Harrer. Betapa tidak, dalam film diceritakan bahwa Dalai Lama ke -14 (Kun Dan) meminta Harrer membantunya membuat studio film pribadi di istana. Hal ini menguatkan citra Dalai Lama ke-14 sebagai orang yang terobsesi dengan banyak hal yang berbau Barat. Dalai Lama sejak kecilnya menyukai jam melodi, arsitektur-arsitektur bangunan Barat, cerita Jack Si Pembelah, teropong, dan sebagainya. Semuanya ini berbeda dengan apa yang mungkin dipikirkan oleh Harrer.
Citra-citra tentang Tibet:
1.      tepuk tangan bagi orang Tibet merupakan tanda mengusir setan.
2.      foto Dalai Lama dapat menjaga keselamatan.
3.      Tibet berbeda dengan Barat: kebudayaan Barat menghargai orang yang berusaha keras dalam hidupnya, sedangkan orang Tibet menghargai orang yang mengesampingkan egonya.
4.      orang Tibet merupakan orang yang bodoh, mengira sepatu Ice Skating sebagai sepatu yang digunakan di kaki sebagai pemotong daging.
5.      orang Tibet menyukai hal-hal yang berbau militer, seperti jas tentara Cina.
6.      Kun Dun (Dalai Lama) menyukai banyak hal yang berbau Barat, mulai dari jam melodi, teropong, arsitektur bangunan barat, dll. Ia memiliki banyak koleksi seperti projektor film, dan generator.
7.      orang Tibet tidak boleh mengembalikan hadiah yang sudah diberikan, dan lain-lain.

          Sesuai dengan apa yang dikemukakan dalam film, maka pada resensi ini dinyatakan beberapa hal yang dapat dianggap sebagai upaya dekonstruksi Barat terhadap konvensi yang telah dibangun oleh Timur, dalam hal ini Tibet. Pertama, Tibet bukan lagi merupakan suatu daerah yang benar-benar terlarang dan sulit dimasuki oeh orang asing. Buktinya, Harrer dan Peter dapat masuk ke wilayah ini dan berbaur dengan masyarakat setempat bahkan juga lingkungan istana. Kedua, Tibet tetaplah kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Timur, dengan demikian ia tetap lebih rendah dibandingkan dengan kebudayaan Barat yang dibawa oleh Harrer dan Peter. Hal ini diperkuat dengan penggambaran kebodohan orang Tibet dalam memahami banyak hal yang berkaitan dengan Barat, seperti pakaian, sikap, peralatan yang digunakan, dan sebagainya.
          Ketiga, Tibet memandang kebudayaan barat sebagai yang lebih maju. Oleh karena itu, Tibet harus belajar banyak dari bangsa Barat. Hal ini yang coba dirintis oleh Dalai Lama dengan mengangkat Harrer sebagai penasehat pribadinya. Pemimpin tertinggi bangsa Tibet ini meminta banyak pendapat Harrer tentang apa yang seharusnya dilakukan, dan ia menanyakan banyak hal yang dikaguminya tentang Barat seperti, Prancis, cerita Jack Si Pembelah, film-film Barat, berikut peralatan-peralatannya yang dianggap menakjubkan.
          Yang terakhir, hanya Harrer, seorang yang berasal dari Austria (Barat) yang berhasil menjadi orang asing yang begitu akrab dengan Dalai Lama. Hal ini merupakan upaya dekonstruksi yang seolah-olah mengatakan bahwa Dalai Lama bukan lah orang yang tidak bisa disentuh atau  dilihat matanya. Aturan-aturan yang berlaku tersebut menjadi pudar ketika Harrer berhasil membuat Dalai Lama tertarik dengan semua yang ia ungkapkan.

         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
Lack of happiness